Powered By Blogger

PUISI


WANITAMU

jika akulah wanitamu..
akan tereluhkan rasa denyut hatiku
akan terabakan panggilan suara cintaku
cinta, cinta, cinta adalah rasa penandaku

jikalah aku wanitamu..
akan kau sambut denyut nadiku
akan kau hiraukan setiap bisik kesahku
rasa, rasa, rasa cintalah namakan


LELAKIKU

jika kaulah lelakiku..
akan tersulutlah rasa untukmu
akan terumbarcintaku ke sekujur tubuhmu
aku, aku, akulah hanya ada aku

jikalah kau lelakiku..
takkan terhenti kobaran cinta yang mendayu-dayu
takkan kau palingkan rasukan cinta selainku
kau, kau, engkau rasaku tertuju padamu

Makassar, 28 Oktober 2012



Surat Cinta

Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur yang gaib,
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah,
Wahai, dik Narti,
aku cinta kepadamu !

Kutulis surat ini
kala langit menangis
dan dua ekor belibis
bercintaan dalam kolam
bagai dua anak nakal
jenaka dan manis
mengibaskan ekor
serta menggetarkan bulu-bulunya,
Wahai, dik Narti,
kupinang kau menjadi istriku !

Kaki-kaki hujan yang runcing
menyentuhkan ujungnya di bumi,
Kaki-kaki cinta yang tegas
bagai logam berat gemerlapan
menempuh ke muka
dan tak kan kunjung diundurkan

……………………………………
Engkau adalah putri duyung
tawananku
Putri duyung dengan
suara merdu lembut
bagai angin laut,
mendesahlah bagiku !
Angin mendesah
selalu mendesah
dengan ratapnya yang merdu.

Engkau adalah putri duyung
tergolek lemas
mengejap-ngejapkan matanya yang indah
dalam jaringku
Wahai, putri duyung,
aku menjaringmu
aku melamarmu

Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
kerna langit
gadis manja dan manis
menangis minta mainan.
Dua anak lelaki nakal
bersenda gurau dalam selokan
………………………………….
(Empat Kumpulan Sajak, 1961).
Puisi Surat Cinta karya W.S. Rendra memiliki aliran romantisme. Puisi tersebut menggambarkan hidup yang diliputi rasa bahagia karena rasa cintanya berlebihan terhadap calon istrinya. Puisi ini seolah mewakilkan rasa sangat ingin meminang calon istrinya, Dik Narti. Dengan bahasa seromantis mungkin ia mengutarakannya. Bait yang menggambarkan romantisme ada pada setiap bait, sangat utuh. Penguatannya ada pada bait pertama dan kedua. Pada bait pertama baris keenam dan ketujuh, Wahai, Dik Narti Aku Cinta Padamu. Kemudian pada bait kedua baris kesembilan, Wahai, dik Narti, Kupinang kau menjadi istriku!


Aliran Imaji

KEPADA MARIA

Minggu kemarin aku mengirim surat padamu, aku berkata aku rindu
Hanya saja, aku lupa menulis simbol kecup di bagian akhir surat.
Untuk menecup keningmu.

Lima hari yang lalu aku mengirim surat padamu.
Aku meminta maaf  karena kemarin tak mengecup keningmu.
Aku pun menulis tujuh belas simbol kecupan di sana.
Agar kau tetap mengingat tanggal jadian kita.

Tiga hari yang lalu aku mengirim surat kepadamu.
Aku bertanya, kemana kau selama ini?
Sudah dua kali kau tak mengacuhkan suratku.
Apa kau tidak merindukan aku lagi?
Apa kau lupa toilet di kantor tua yang mempertemukan kita?
Saat itu, kau menangis karena diputuskan Rony.
Setelah kejadian itu, kau berjanji melupakan mahkluk semacam dia dan setia padaku.

Hari ini aku medapatkan secarik surat.
Kupikir itu darimu, ternyata itu Bias.
Aku tak mengenalnya, apa kau mengenalnya?
Ia mengaku sebagai suamimu, aku tak percaya.
Kau tak mungkin mencintai seorang lelaki kan?
Aku memakinya, semua makianku ada di sana,
Aku juga mengatai ia tak normal dan perebut kekasih orang lain.
Tenang saja, saat aku keluar dari jeruji ini, akan kucari dia.
Aku akan mmbunuhnya.
Kau akan membantuku, bukan?

Makassar, 10 Oktober 2012


Aliran yang terlihat berbeda dengan aliran Imaji adalah aliran romantisme. Aliran Imaji lebih menggunakan bahasa sehari-hari yang mengimajikan kejadian yang digambarkan pada puisi tersebut. Berbeda dengan aliran romantisme yang menggunakan bahasa-bahasa kiasan yang mendayu-dayu.

Aliran Romantisme


DARI SEBUAH KATA TIDAK

Waktu lambat bergulir
Angin seketika berhenti
Tak ada nadi yang berdetak
Aku ditikam kata tidak darimu

Kini malam menertawaiku
Terkikik ia dengan merdunya
Mata air membasahi pipi
Ia tak henti, takkan berhenti

Akulah pengemis cintamu
Jangan kau tolak tadahan tanganku
Kutunggu ragamu hadir di sini
Sebelum semesta menghadiahkan jasadku untukmu

Makassar, 10 Oktober 2012  



 
SEGALA HAL YANG INGIN KUSAMPAIKAN KEPADA LELAKIKU
Sayang..
Aku menyayangimu
Aku Mencintaimu
Meski saya pun tidak mengerti cara untuk menyampaikan rasa ini

Sayang..
Apa yang kau rasakan
Apa yang kau lihat
Itu sama dengan yang ku rasa, yang kulihat

Sayang..
Sulit memercayaimu
Saya belum yakin untukmu
Kau terlalu banyak palsu

Sayang..
Rasaku tulus siap kau jamahi
Sejengkal demi sejengkal hiruplah
Hiruplah nafas senandung kegilaan untukmu

Sayang..
Aku cuma ingin satu
Aku ingin kau mati
Aku muak menggilai tatapanmu, senyummu dan sosokmu !

Sayang..
Demi aku, matilah !
Matilah bersama malaikat yang selalu mengantarku bermimpi indah bersamamu
Matilah kau bersama jutaan rasa rindu yang kau abaikan seketika

Sayang..
Aku kecewa padamu
Dalam bingkai malam kutuliskan namamu jelas untuk membunuhnya
Bukan, bukan aku yang membunuhnya tapi kau !
Makassar, 7 Juni 2011


PESAN UNTUK SENYUMAN DI DARATAN
Aku mati rasa pada langit
Tak ada terik
Tak ada hujan
Hanya angin pembawa senyummu yang coba kunikmati

Bersahabatlah aku..
Pada ombak yang mengajakku kemari
Pada kicauan burung yang mencoba menghiburku
Pada senyummu yang menantikau di daratan

Jagalah anak-anakku
Jagalah kepercayaanku
Percayakan padaku nafkah dan kesetiaan ini
Aku akan pulang bersama mentari esok
Makassar, 28 September 2012



GEMURUH
Gemuruh namaku
Sejak hitam menghampiri
Sejak terenggut mentari
Tak ada lagi rasa hangat diriku

Mencoba tersenyum pada perih
Biarkan kularutkan diri dalam sunyi
Tertatih aku pada titian segitiga
Tidak, aku tak berada di puncak

Aku sudah berusaha menangis
Aku sedang berusaha teriak
Aku justru terdiam
Diam karena kau tak ingin melihat dan mendengarnya lagi

Yah, aku lah Sang Gemuruh kini
Pengharapanku pada mentari seakan terbagi
Ingin menghangatiku seorang diri
Atau, lepaskan saja aku dari titian ini!
Makassar, 25 September 2012


TENTANG RASA
Awan tanpa hujan
Tak ada biru
Tak ada kicauan
Remuk rasa darahku

Diam tak berarti tertidur
Kukecap rasa dalam hening
Ragamu jelas masih tercium
Bayangmu masih terasa manis, selalu manis

Jangan paksa aku membingkai kenangan
Aku muak dengan itu
Sebesar apa batu yang mengahalngimu
Kita masih dalam satu ingatan kan?

Sudahlah, katamu
Sudahlah, kataku
Kau muak
Aku memuakkan

Tak mengenal ingin kujalani
Mengapa aku justru tersesat?
Tak ada rasa ingin aku rasakan
Mengapa aku justru menulis tentang rasa?

Diam.
Kemudian diam.
Terus diam.
Dan terdiam.
Makassar, 25 September 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar