WANITAMU
jika akulah wanitamu..
akan tereluhkan rasa denyut hatiku
akan terabakan panggilan suara cintaku
cinta, cinta, cinta adalah rasa penandaku
jikalah aku wanitamu..
akan kau sambut denyut nadiku
akan kau hiraukan setiap bisik kesahku
rasa, rasa, rasa cintalah namakan
LELAKIKU
jika kaulah lelakiku..
akan tersulutlah rasa untukmu
akan terumbarcintaku ke sekujur tubuhmu
aku, aku, akulah hanya ada aku
jikalah kau lelakiku..
takkan terhenti kobaran cinta yang mendayu-dayu
takkan kau palingkan rasukan cinta selainku
kau, kau, engkau rasaku tertuju padamu
Surat Cinta
Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur yang gaib,
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah,
Wahai, dik Narti,
aku cinta kepadamu !
Kutulis surat ini
kala langit menangis
dan dua ekor belibis
bercintaan dalam kolam
bagai dua anak nakal
jenaka dan manis
mengibaskan ekor
serta menggetarkan bulu-bulunya,
Wahai, dik Narti,
kupinang kau menjadi istriku !
Kaki-kaki hujan yang runcing
menyentuhkan ujungnya di bumi,
Kaki-kaki cinta yang tegas
bagai logam berat gemerlapan
menempuh ke muka
dan tak kan kunjung diundurkan
……………………………………
jika akulah wanitamu..
akan tereluhkan rasa denyut hatiku
akan terabakan panggilan suara cintaku
cinta, cinta, cinta adalah rasa penandaku
jikalah aku wanitamu..
akan kau sambut denyut nadiku
akan kau hiraukan setiap bisik kesahku
rasa, rasa, rasa cintalah namakan
LELAKIKU
jika kaulah lelakiku..
akan tersulutlah rasa untukmu
akan terumbarcintaku ke sekujur tubuhmu
aku, aku, akulah hanya ada aku
jikalah kau lelakiku..
takkan terhenti kobaran cinta yang mendayu-dayu
takkan kau palingkan rasukan cinta selainku
kau, kau, engkau rasaku tertuju padamu
Makassar, 28 Oktober 2012
Surat Cinta
Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur yang gaib,
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah,
Wahai, dik Narti,
aku cinta kepadamu !
Kutulis surat ini
kala langit menangis
dan dua ekor belibis
bercintaan dalam kolam
bagai dua anak nakal
jenaka dan manis
mengibaskan ekor
serta menggetarkan bulu-bulunya,
Wahai, dik Narti,
kupinang kau menjadi istriku !
Kaki-kaki hujan yang runcing
menyentuhkan ujungnya di bumi,
Kaki-kaki cinta yang tegas
bagai logam berat gemerlapan
menempuh ke muka
dan tak kan kunjung diundurkan
……………………………………
Engkau adalah putri
duyung
tawananku
Putri duyung dengan
suara merdu lembut
bagai angin laut,
mendesahlah bagiku !
Angin mendesah
selalu mendesah
dengan ratapnya yang merdu.
tawananku
Putri duyung dengan
suara merdu lembut
bagai angin laut,
mendesahlah bagiku !
Angin mendesah
selalu mendesah
dengan ratapnya yang merdu.
Engkau adalah putri
duyung
tergolek lemas
mengejap-ngejapkan matanya yang indah
dalam jaringku
Wahai, putri duyung,
aku menjaringmu
aku melamarmu
Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
kerna langit
gadis manja dan manis
menangis minta mainan.
Dua anak lelaki nakal
bersenda gurau dalam selokan
………………………………….
tergolek lemas
mengejap-ngejapkan matanya yang indah
dalam jaringku
Wahai, putri duyung,
aku menjaringmu
aku melamarmu
Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
kerna langit
gadis manja dan manis
menangis minta mainan.
Dua anak lelaki nakal
bersenda gurau dalam selokan
………………………………….
(Empat Kumpulan Sajak, 1961).
Puisi Surat
Cinta karya W.S. Rendra memiliki aliran romantisme. Puisi tersebut
menggambarkan hidup yang diliputi rasa bahagia karena rasa cintanya berlebihan
terhadap calon istrinya. Puisi ini seolah mewakilkan rasa sangat ingin meminang
calon istrinya, Dik Narti. Dengan bahasa seromantis mungkin ia mengutarakannya.
Bait yang menggambarkan romantisme ada pada setiap bait, sangat utuh.
Penguatannya ada pada bait pertama dan kedua. Pada bait pertama baris keenam
dan ketujuh, Wahai, Dik Narti Aku Cinta Padamu. Kemudian pada bait kedua
baris kesembilan, Wahai, dik Narti, Kupinang kau menjadi istriku!
Aliran Imaji
KEPADA MARIA
Minggu
kemarin aku mengirim surat padamu, aku berkata aku rindu
Hanya saja,
aku lupa menulis simbol kecup di bagian akhir surat.
Untuk menecup
keningmu.
Lima hari
yang lalu aku mengirim surat padamu.
Aku meminta
maaf karena kemarin tak mengecup
keningmu.
Aku pun
menulis tujuh belas simbol kecupan di sana.
Agar kau
tetap mengingat tanggal jadian kita.
Tiga hari
yang lalu aku mengirim surat kepadamu.
Aku bertanya,
kemana kau selama ini?
Sudah dua
kali kau tak mengacuhkan suratku.
Apa kau tidak
merindukan aku lagi?
Apa kau lupa
toilet di kantor tua yang mempertemukan kita?
Saat itu, kau
menangis karena diputuskan Rony.
Setelah
kejadian itu, kau berjanji melupakan mahkluk semacam dia dan setia padaku.
Hari ini aku
medapatkan secarik surat.
Kupikir itu
darimu, ternyata itu Bias.
Aku tak
mengenalnya, apa kau mengenalnya?
Ia mengaku sebagai
suamimu, aku tak percaya.
Kau tak
mungkin mencintai seorang lelaki kan?
Aku
memakinya, semua makianku ada di sana,
Aku juga
mengatai ia tak normal dan perebut kekasih orang lain.
Tenang saja,
saat aku keluar dari jeruji ini, akan kucari dia.
Aku akan
mmbunuhnya.
Kau akan
membantuku, bukan?
Makassar, 10 Oktober 2012
Aliran yang
terlihat berbeda dengan aliran Imaji adalah aliran romantisme. Aliran Imaji
lebih menggunakan bahasa sehari-hari yang mengimajikan kejadian yang
digambarkan pada puisi tersebut. Berbeda dengan aliran romantisme yang
menggunakan bahasa-bahasa kiasan yang mendayu-dayu.
Aliran
Romantisme
DARI SEBUAH KATA TIDAK
Waktu lambat
bergulir
Angin seketika
berhenti
Tak ada nadi
yang berdetak
Aku ditikam
kata tidak darimu
Kini malam
menertawaiku
Terkikik ia
dengan merdunya
Mata air
membasahi pipi
Ia tak henti,
takkan berhenti
Akulah pengemis
cintamu
Jangan kau
tolak tadahan tanganku
Kutunggu ragamu
hadir di sini
Sebelum semesta
menghadiahkan jasadku untukmu
Makassar, 10 Oktober 2012
Sayang..
Aku menyayangimu
Aku Mencintaimu
Meski saya pun tidak mengerti cara untuk menyampaikan rasa ini
Aku Mencintaimu
Meski saya pun tidak mengerti cara untuk menyampaikan rasa ini
Sayang..
Apa yang kau rasakan
Apa yang kau lihat
Itu sama dengan yang ku rasa, yang kulihat
Sayang..
Sulit memercayaimu
Saya belum yakin untukmu
Kau terlalu banyak palsu
Sayang..
Rasaku tulus siap kau jamahi
Sejengkal demi sejengkal hiruplah
Hiruplah nafas senandung kegilaan untukmu
Sayang..
Aku cuma ingin satu
Aku cuma ingin satu
Aku ingin kau mati
Aku muak menggilai tatapanmu, senyummu dan sosokmu !
Sayang..
Demi aku, matilah !
Matilah bersama malaikat yang selalu mengantarku bermimpi indah bersamamu
Matilah kau bersama jutaan rasa rindu yang kau abaikan seketika
Sayang..
Aku kecewa padamu
Dalam bingkai malam kutuliskan namamu jelas untuk membunuhnya
Bukan, bukan aku yang membunuhnya tapi kau !
Makassar, 7 Juni 2011
PESAN UNTUK SENYUMAN DI DARATAN
Aku mati rasa pada langit
Tak ada terik
Tak ada hujan
Hanya angin pembawa senyummu yang coba kunikmati
Bersahabatlah aku..
Pada ombak yang mengajakku kemari
Pada kicauan burung yang mencoba menghiburku
Pada senyummu yang menantikau di daratan
Jagalah anak-anakku
Jagalah kepercayaanku
Percayakan padaku nafkah dan kesetiaan ini
Aku akan pulang bersama mentari esok
Makassar, 28 September 2012
GEMURUH
Gemuruh namaku
Sejak hitam menghampiri
Sejak terenggut mentari
Tak ada lagi rasa hangat diriku
Mencoba tersenyum pada perih
Biarkan kularutkan diri dalam sunyi
Tertatih aku pada titian segitiga
Tidak, aku tak berada di puncak
Aku sudah berusaha menangis
Aku sedang berusaha teriak
Aku justru terdiam
Diam karena kau tak ingin melihat dan mendengarnya lagi
Yah, aku lah Sang Gemuruh kini
Pengharapanku pada mentari seakan terbagi
Ingin menghangatiku seorang diri
Atau, lepaskan saja aku dari titian ini!
Makassar, 25 September 2012
TENTANG RASA
Awan tanpa hujan
Tak ada biru
Tak ada kicauan
Remuk rasa darahku
Diam tak berarti tertidur
Kukecap rasa dalam hening
Ragamu jelas masih tercium
Bayangmu masih terasa manis, selalu manis
Jangan paksa aku membingkai kenangan
Aku muak dengan itu
Aku muak dengan itu
Sebesar apa batu yang mengahalngimu
Kita masih dalam satu ingatan kan?
Sudahlah, katamu
Sudahlah, kataku
Kau muak
Aku memuakkan
Tak mengenal ingin kujalani
Mengapa aku justru tersesat?
Tak ada rasa ingin aku rasakan
Mengapa aku justru menulis tentang rasa?
Diam.
Kemudian diam.
Terus diam.
Dan terdiam.
Diam.
Kemudian diam.
Terus diam.
Dan terdiam.
Makassar, 25 September 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar