Sesuai dengan fungsinya,bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh seseorang dalam pergaulannya atau hubungannya dengan orang lain. Bahasa merupakan alat bergaul. Oleh karena itu, penggunaan bahasa menjadi efektif sejak seorang individu memerlukan berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa diperlukan sejak manusia bayi dan mulai berkomunikasi dengan orang lain.
Anak mulai belajar berbicara pada usia kurang lebih 18 bulan, dan usia kurang lebih tiga setengah tahun si anak boleh dikatakan sudah menguasai “tata bahasa” bahasa-ibunya, sehingga mereka dapat berkomunikasi dengan orang dewasa secara sempurna. Pada masa awal perkembangannya bahasa anak-anak itu mempunyai ciri antara lain penyusutan (reduksi).
Kita dapat mengetahui dari penelitian Roger Brown dan Ursula Bellugi, yang disusutkan atau dihilangkan adalah kata-kata yang termasuk golongan fungtor atau kata tugas, seperti kata depan, kata sambung, partikel, dan sebagainya. Kata-kata yang bertahan dalam tutur mereka, adalah kata-kata tergolong kontentif atau kata penuh, yaitu kata yang mempunyai makna sendiri jika berdiri sendiri. Karena itu hilangnya fungtor tidak akan mengurangi isi makna suatu kalimat, dan karena itu kalimat mereka masih bisa dimengerti oleh orang dewasa. Penghilangan fungtor dan dertahankannya kontetif itu membuktikan tutur anak-anak itu teratur dan sistematis, dan hal itu bukan merupakan ketidakmampuan atau kebingungan anak, melainkan harus dianggap sebagai suatu strategi untuk berkomunikasi dan menguasai kaidah tata bahasa berikutnya.
Ada pula ciri universal dalam tutur anak-anak ditinjau dari segi fonologi. Misalnya bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh gerak membuka dn menutup bibir yng biasa disebut bunyi bilabial, merupakan bunyi-bunyi yang sangat umum dihasilkan oleh anak-anak pada awal ujarannya. Jika diperhatikan kata panggilan untuk ibu dalam berbagai bahasa, akan membenarkan pandangan bahwa bunyi bilabial itu dominan pada awal perkembangn bahasa anak. Misalnya : mak, mbok (Jawa), mpok (Jakarta), me atau mek (Bali), mi, mam (Belanda), ma (Cina), mom (Inggris), bu (Melayu). Produksia awal bunyi-bunyi bilabial ini bisa kita mengerti karena bunyi-bunyi inilah yang paling mudah dihasilkan, yaitu dengan hanya menggerakkan keua bibir. Bunyi-bunyi juga dilafalkan dengan daya kerja alat-alat ucap mereka. Banyak anak berusia 3 tahun yang masih mengucapkan /lumah/ untuk rumah. Agak kurang sulit dari bunyi /r/ ini adlah bunyi /s/, yang umumnya diucapkan /c/, sehingga susu sapi diucapkan /cucu/, /capi/. .
Tutur anak usia sekitar 7 tahun yang biasanya sudah masuk SD. Setelah SD kepada mereka diajarkan keterampilan suatu bahasa. Paling tidak dua kemungkinan bisa terjadi. Pertama, mereka diajarkan bahasa yang sebenarnya yang merupakan bahasa ibu mereka sendiri. Misalnya di Amerika, anak-anak yang berbahasa ibu mereka sendiri. Misalnya di Amerika, anak-anak yang berbahasa-ibu bahasa Inggris diajar bahadsa inggris. Tentu saja B1 yang diajarkan itu B1 ragam baku. Jika kebetulan anak ini berasal dari lingkungan yang biasa menggunakan ragam baku, mereka tidak banyak mengalami kesulitan. Tetapi jika mereka berasal dari lingkungan non baku , mereka mengalami kesulitan juga. Anak-anak kelas buruh di Amerika, yang sebagian keluarga Negro umumnya mengalami kesulitan.
Kedua, mereka diajari bahasa lain yang berbeda dengan bahasa-ibu. Bahasa lain itu akhirnya sebagai bahasa kedua (B2) atau bahasa asing. Contohnya adalah anak-anak SD di Indonesia yang umumnya B1-nya adalah bahasa daerah, kemudian memperoleh Bahasa Indonesia, sebagai B2. Pengajaran B2 inilah yang menyebabkan munculnya dibahasawan-bahasawan muda. Mereka yang belajar B2 ini tutur B2-nya bisa dipengaruhi oleh B1-nya, meskipun tidak selamanya seperti itu. Mereka juga membuat kesalahn-kesalahan atau penyimpangan-penyimpangan, tetapi kesalahan dan penyimpangan yang dibuat oleh mereka ini juga sistematis, dan wujudnya sama dengan yang dibuat oleh anak-anak yang memiliki B2 itu sebagai B1 mereka.
Masa remaja, ditinjau dari segi perkembangan, merupakan masa kehidupan manusia yang paling menarik dan mengesankan. Masa remaja mempunyai ciri antara lain, petualangan, pengelompokan, kenakalan. Ciri ini tercermin pula dalam bahasa mereka. Keinginan untuk membuatkelompok ekslusif menyebabkan menciptakan bahasa rahasia yang hanya berlaku bagi kelompok mereka, atau kalau semua pemuda sudah tau, bahasa ini tetap rahasia bagi kelompok anak-anak dan orang tua.
Bahasa dan Remaja ( Tinjauan Sosiolinguistik ) |
A. Bahasa Remaja dan Faktor yang Memengaruhi Perkembangannya
Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif, yang bebrarti faktor intelek sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa. Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh lingkungan, karena bahasa pada dasarnya merupakan hasil belajar dari lingkungan. Anak (bayi) belajar bahasa seperti halnya belajar hal lain, meniru dan mengulang kata yang diucapkan oleh orang lain yang merupakan cara belajar bahasa awal pada bayi. Manusia dewasa (terutama ibunya) di sekelilingnya membetulkan dan memperjelas kata-kata yang salah. Belajar bahasa yang sebenarnya baru dilakukan oleh anak berusia 6 - 7 tahun, di saat anak mulai bersekolah.
Bahasa remaja adalah bahasa yang telah berkembang. Anak remaja telah banyak belajar dari lingkungan. Dengan demikian bahasa remaja terbentuk dari kondisi lingkungan. Lingkungan remaja mencakup lingkungan keluarga, masyarakat, dan khususnya pergaulanteman sebaya dan lingkungan sekolah. Pola bahasa yang dimiliki adalah bahasa yang berkembang di dalam keluarga atau bahasa ibu.
Perkembangan bahasa remaja dilengkapi dan diperkaya oleh lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal. Bersamaan dengan kehidupannya di dalam masyarakat luas, anak(remaja) mengikuti proses belajar di sekolah. Pengaruh pergaulan di dalam masyarakat terkadang sangat menonjol, sehingga bahasa anak (remaja) menjadi lebih diwarnai pola bahasa pergaulan yang berkembang di dalam kelompok teman sebaya.
Pengaruh lingkungan yang berbeda antara keluarga, masyarakat, dan sekolah dalam perkembangan bahasa akan menyebabkan perbedaan antara anak yang satu dengan yang lain. Hal ini ditunjukkan dengan pemilihan dan penggunaan kosa kata sesuai dengan tingkat sosial keluarganya. Keluarga dari masyarakat lapisan berpendidikan rendah atau buta huruf akan banyak menggunakan bahasa pasar, bahasa sembarangan, dengan istilah-istilah yang kasar. Masyarakat yang terdidik yang pada umumnya memiliki status sosial yang baik, akan menggunakan istilah-istilah yang lebih efektif, dan pada umunya anak-anak remajanya juga juga berbahasa secara lebih baik.
Berbahasa terkait erat dengan kondisi pergaulan. Oleh karena itu, perkembangannya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pada perkembangan bahasa terdapat 2 faktor yang mempengaruhinya yaitu faktor biologis dan faktor lingkungan .
1. Faktor Biologis
Ada beberapa komponen dalam membahas faktor biologis di perkembangan bahasa, di antaranya:
Evolusi biologis, Ikatan biologis, Peranan otak, Bahasa binatang, dan Masa kritis belajar bahasa.
· Evolusi Biologis
Para ahli percaya bahwa evolusi biologis membentuk manusia ke dalam makhluk linguistik. Berkenaan dengan evolusi biologis,otak, sistem syaraf dan sistem vokal berubah selama beratus-ratus ribu tahun. Diperkirakan manusia mendapat bahasa bervariasi selama beribu tahun yang lalu.
· Ikatan Bilogis
Anak-anak dilahirkan di dunia dilengkapi dengan alat pemerolehan bahasa (language acquisition device=LAD) yaitu ikatan biologis yang memungkinkan anak mendeteksi bahasa tertentu. LAD adalah suatu kemampuan gramatikal yang dibawa sejak lahir yang mendasari semua bahasa manusia.
· Peranan Otak dalam Perkembangan Bahasa
Berdasarkan hasil penelitian Gazzaniaga dan Sperry ( Santrock & Yussen) bahwa proses bahasa itu dikontrol oleh belahan otak sebelah kiri.Jadi apabila ada seseorang yang mengalami gangguan otak terutama otak kiri,pasti dia akan sulit untuk melakukan perkembangan bahasa. Karena pada otak kiri terdapat suatu area yang bernama ” wernick’s area” yang berfungsi untuk pemahaman bahasa.Dan apabila kerusakan otak pada seseorang terjadi pada area ini sering terjadi pembicaraan yang tak berarti atau mengoceh.
· Apakah Binatang Memiliki Bahasa?
Pada kenyataannya tidaklah diragukan bahwa beberapa binatang mempunyai sistem komunikasi yang menakjubkan dan sederhana, serta komunikasinya yaitu adaptif dalam memberikan tanda bahaya, ada makanan dan kebutuhan seksual.
· Periode Kritis Belajar Bahasa
Masa yang sangat penting untuk mengembangkan dialek bahasa anak yaitu pada usia sebelum 12 tahun. Untuk memahami periode kritis belajar bahasa kita dapat melihat contoh yaitu dimana ada seorang anak yang dari kecil dibesarkan di lingkungan yang salah. Dia dibesarkan oleh keluarga dengan cara kekerasan dan tidak diajarkan bahasa sama sekali, sehingga dia tidak dapat berbicara hingga umur 12 tahun lebih. Dan ketika ditemukan dan anak itu diberi latihan untuk bicara, dia hanya mampu mengucapkan beberapa kata saja.
Dengan kejadian ini kita tahu bahwa mengajarkan bahasa pada anak harus dari usia dini, dan tidak hanya melihat dari faktor biologis saja, tetapi harus melihat faktor lingkungan, karena merupakan faktor penting dalam pengembangan bahasa.
2. Faktor Lingkungan
Seperti kita tahu bahwa dalam belajar bahasa kita tidak dapat melakukan dalam keadaan sepi tetapi kita membutuhkan interaksi dengan orang lain. Terdapat beberapa hal yang penting dalam perkembangan bahasa yaitu perubahan kultural dan konteks sosiokultural bahasa, dukungan terhadap bahasa dan pandangan behavioral.
· Perubahan Kultural dan Konteks Sosiokultural Bahasa
Kekuatan sosial membuat manusia untuk lebih mengembangkan cara berkomunikasi dengan orang lain.Konteks sosiokultural terus menerus memainkan suatu peranan yang penting dalam perkembangan bahasa akhir-akhir ini. Vygotsky mengemukakan bahwa peranan orang dewasa sangat penting untuk membantu perkembangan bahasa anak. Serta psikologi lain yaitu Brunner juga menekankan bahwa orang dewasa atau orang tua sangat penting unutk mengembangkan komunikasi anak . Jadi begitu besar peranan orang tua, atau guru dalam perkembangan bahasa anak, agar anak mencapai perkembangan yang optimal.
· Dukungan Sosial untuk Perkembangan Bahasa
Terdapat dukungan sosial dalam perkembangan bahasa anak yaitu:
a) Motherese yaitu cara seorang ibu dalam berkomunikasi dengan bayi, serta dengan kata-kata dan kalimat yang sederhana. Motherese sulit dilakukan tanpa adanya bayi, tetapi motherese mempunyai peranan penting dalam mempermudah perkembangan bahasa anak sejak usia dini.
b) Recasting yaitu membuat frase yang sama dari suatu kalimat dengan cara berbeda, mungkin dengan cara mengemukakannya dalam pertanyaan,
c) Echoing yaitu mengulangi apa yang akan dikatakan kepada kita, terutama jika kata-kata tersebut belum benar.
d) Expanding yaitu menyatakan kembali apa yang anak telah katakan kepada kita dengan linguistik yang lebih baik.
B. Variasi Bahasa Sebagai Hasil Pembelajaran Bahasa di Kalangan Remaja
Remaja mempunyai kreatifitas yang sungguh besar, mereka mampu mengembangkan apa yang mereka hadapai atau yang mereka pelajari. Begitu pun dengan bahasa yang dipelajarinya. Mereka mampu memodifikasi atau memvariasikan bahasa yang mereka miliki atau yang mereka pelajari untuk kepentingan pergaulan mereka. Bukan hanya disekolah mereka dapat pelajaran berbahasa, di lingkungan sekitar pun mereka dapat memerolehnya namun tidak seperti bahasa ragam resmi yang didapatkan saat pelajaran di sekolah.
Remaja adalah mahkluk yang labil yang mudah terpengaruh oleh pelbagai hal yang disekelilingnya, terutama pemakaian bahasa. Ketika mereka mensugesti bahwa itu, keren mereka tidak segan untuk mengikuti atau menirunya, karena penyakit remaja kebanyakan adalah mem-follow up trend terbaru. Kebanyakan dari mereka berasumsi, tidak ikut trend terbaru sama dengan cupu, kuper atau ‘ndak gaul’ sehingga berpeluang untuk disisihkan dari pergaulan. Begitu pun dengan penggunaan bahasa, para remaja tidak ingin ketinggalan dalam menggunakan bahasa terbaru yang lagi ‘in’. Mereka akan mempelajari bahasa “gaul” baru dengan mendengar dan mencari tahu apa maknanya.
Bahasa di kalangan remaja cenderung digunakan sebagai jati diri mereka sebagai remaja terkini. Seolah-olah menjadi suatu jati diri yang membanggakan ketika mampu memakai sebuah istilah baru di sebuah kelompok. Kecanduan pembelajaran bahasa tidak hanya sampai di situ, mereka bahkan menciptakan variasi-variasi bahasa yang akan membedakan mereka dari kelompok lainnya. Berikut beberapa variasi bahasa yang telah saya dapatkan :
(1) Penyisispan konsonan V + vokal
Sebelum tahun lima puluhan di kalangan remaja muncul kreasi menyisipkan konsonan v + vokal pada setiap kata yang diapakai. Vokal dibelakang v itu sesuai dengan vokal suku kata yang disisipi. Konsonan v + vokal itu ditempatkan di belakang setiap suku kata, baik dalam bahasa daerah maupun BI.
Contoh :
Mata = ma + ta -> (ma+va)+(ta+va)-> mavatava
(2) Penggantian suku akhir dengan –sye
Menjelang tahun enam puluhan muncul bentuk lain. Setiap kata diambil hanya suku pertamanyasaja, suku yang lain dihilangkan, diganti dengan –sye.
Contoh :
Kunci -> kunsye
Tambah->tamsye
(3) Membalik fonem-fonem dalam kata (ragam walikan) bahasa rahasia yang unik dikalangan remaja, disekitar tahun 1960 muncul di Malang, tetapi akhirnya juga meluas. Kata-kata dibaca menurut urutan fonem dari belakang, dibaca terbalik (jawa=walikan).
Contoh :
Mata -> atam
(4) Variasi dari model (3)
Setelah model ketiga di atas meluas pada orang-orang yang bukan pemuda lagi (telah menjadi dewasa), model pembalikan divariasikan.caranya: kata yang sudah dibalik itu disisipi bunyi-bunyi tertentu, atau bunyi-bunyi tertentu dalam kata itu diubah. Misalnya ;
Tidak -> kadit -> kadodit
Sehat -> tahes -> tahohes
(5) Bahasa Prokem
Salah satu tutur remaja yang juga khasm, dan muncul di Jakarta yang disebut bahasa prokem. Kalau tutur remaja di Malang pernah dimunculkan oleh Subandi Djajaengawasito dalam Kongres MLI ( Masyarakat Linguistik Indonesia ) di Denpasar 1983, bahasa prokem pernah diangkat oleh Lita Pamela Kawira pada Seminar Sosiolkinguistik II di Jakarta, Desember 1988. Bahkan sebelumnya sudah terbit Kamus Bahasa Prokem oleh Prathama Rahardja dan Henri Chambert Loir (1988). Meskipun bahasa prokem itu sekarang dikatakan menjadi milik remaja di Jakarta, pencipta aslinya sebenarnya adalah kaum pencoleng, pencopet, bandit dan sebangsanya. Di Jakarta mereka ini disebut kaum preman. Rumus pembentukan bahasa prokem itu “sebagian” memakai penyisipan –ok- ditengah kata yang sudah disusutkan, dan mirip dengan apa yang sudah kita kenal pada bahasa rahasianya kaum waria dan gay di Surabaya dan tutur remaja di Malang. Pada bahasa waria dan gay ada rumus pembentuk seperti :
(1) Setiap kata diambil 3 fonem, misalnya “banci” diambil ban-
(2) Vokal di tengah diubah menjadi /e/, menjadi ben-;
(3) Bentuk terakhir itu lalu ditambah dengan –ong, menjadi bencong.
Kata prokem itu sendiri berasal dari preman dengan rumus berikut :
(1) Setiap kata diambil 3 fonem (gugus konsonan dianggap satu) pertama : preman menjadi prem-;
(2) Bentuk itu disisipi –ok-, di belakang fonem (atau gugus fonem) yang pertama, menjadi : pr-ok-em atau prokem.
Contoh lain :
Bapak ->bap->b-ok-ap->bokap
Variasi lain dengan menghilangkan vokal terakhir saja, kemudian disisipi –ok- dibelakang 3 fonem pertama. Misalnya:
Begitu-> begit->beg-ok-it->begokit
Penghilangan satu bunyi ini dalam pelajaran bahasa Indonesia disebut apokop. Model lain adalah metatesis pada tingkat suku kata. Contoh :
Besok -> sobek
Piring-> riping
Variasi lain dari yang terakhir ini sebagai berikut :
Habis -> ba’is
Ambil -> ba’il
C. Fenomena Penggunaan Bahasa di Kalangan Remaja
Penggunaan bahasa di kalangan pelajar SD jutru sangat sopan dan sangat jelas tutur katanga walaupun masih acak-acakan penempatan bahasa mungkin karena belum terpengaruh bahasa modern. Mungkin ketika mereka beranjak kelas 5 dan kelas 6, mulai terlihat bahasa yang aneh dan mulai menggunakan kata-kata yang tidak sopan misalnya ‘kau’, ‘lo’, atau ‘gue’. Hal tersebut bisa terjadi karena pengaruh lingkungan tempat tinggal mereka, umumnya mereka menyerap perkataan orang-orang yang dia lihat maupun mendengar perkataan orang-orang yang dia lihat atau mungkin mendengar dialog di televisi, karna umumnya kini banyak acara televisi yang menggunakan bahasa-bahasa “gaul” di dalam dialognya dan hal itu dinilai mengikuti trend masa kini.
Perkembangan trend bahasa di kalangan SD akan terus berkembang sesuai zaman dan tidak pernah hilang karena zaman terus berkembang, bahasa dan trend juga terus berkembang.
Ketika masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) “koleksi” bahasa gaul mereka semakin berkembang karena pergaulan anak saat itu mulai meluas dan rasa ingin tahu serta rasa ingin populer di beberapa anak mulai merasuk. Ironisnya beberapa bahasa gaul yang meluas di kalangan remaja umumunya tidak mengenal kesopanan dalam bertutur. Mereka mulai menciptakan bahasa ‘gaul’, yaitu bahasa baku yang dipelesetkan, sehingga terkadang orang dewasa tidak memahami bahasa apa yang dikatakan oleh para remaja tersebut, yang penting apa yang mereka maksudkan tersampaikan dan mereka dalam lingkaran anak “gaul” masa kini.
Berbeda lagi ketika menginjak bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) ada banyak penciptaan atau pemodifikasian dan penggunaan bahasa ‘gaul’ dengan mencampurkan bentuk bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Karena masa-masa SMA, remaja mulai ingin menunjukkan diri dan tanpa menguasai bahasa ‘gaul’ mereka akan tersisihkan dari pergaulan mereka mulai berani membaur lebih luas dengan masyarakat di sekitaran mereka yang membuat mereka banyak lebih tahu tentang bahasa ‘gaul terkini’.
Berikut beberapa kata / istilah gaul yang sering di dengar atau kita lihat, atau mungkin kita pakai.
Kata ‘mati’ menjadi kata ‘koit’
Kata ‘cantik’ menjadi kata ‘kece’
Kata ‘banget’ berubah menjadi ‘beud’
Kata ‘sister’ berubah menjadi ‘sista’ (saudara perempuan)
Kata ‘brother’ menjadi ‘brotha’ (saudara laki-laki)
Selain istilah-istilah itu, masih banyak istilah lainnya, seperti Jayus, Garing, Unyu, Ember, Scara, woles, yoyoy, eteb, krik, capcus dan lain sebagainya. Selain istilah, para remaja juga gemar menciptakan dan membuat akronim dalam menggunakan bahasanya, beberapa akronim atau singkatan itu seperti :
Tapol ‘tahu polos’ (bukan tahanan politik)
AC ‘adegan cinta’
BP7 ‘bapak pergi pagi pulang petang pengahsilan pas-pasan
PKI ‘Perawan ketek item’
Botol ‘bodoh dan tolol’
Fanta ‘fanatik tapi agresif’
Intel ‘indomi telur’
Salemba ‘samping lembaga’
Brb ‘be right back’ lebih baik kembali
Masih banyak sekali bahasa gaul yang digunakan para remaja dalam percakapan sehari-hari Namun, tidak semua remaja menggunakan bahasa gaul ini. Penggunanya pada umumnya adalah remaja yang ingin dianggap beken atau tenar di kalangan teman-temannya. Tetapi remaja adalah usia yang dibidik sebagai usia untuk gaya-gayaan dan tenar-tenaran. Mereka menganggap berbahasa gaul adalah keren bahkan ada diantara mereka yang over-creative karena menurut mereka akan sangat keren, padahal di mata remaja lain gaya bahasa mereka adalah alay.
Bahasa yang “terlalu gaul” atau alay ini bukan hanya dikenali dari bentuk ucapan saja, melainkan dalam penulisan, misalnya penulisan sms yang beberapa kata atau kumpulan kata yang memiliki singkatan, misalnya kata ‘see you’ yang hanya disingkat menjadi ‘cu’. Bahasa alay adalah bahasa yang tercipta karena kreatifitas penggunanya yang terlalu tinggi bahkan naluri “menghancurkan” bahasa bakunya lebih tinggi dari bahasa gaul pada umumnya. Anak alay (pencipta atau pengguna bahasa alay) memodifikasi bahasa yang akan jauh dari bentuk asli (baku) yang seharusnya, bahasa alay umumnya dapat terlihat jelas dari bentuk tulisan bahkan darai segi penempatan dan penggunaan huruf kapital dan tanda-tanda baca sengaja diabaikan. Fenomena ini banyak ditemukan di jejaring sosial Berikut contohnya :
a) Aq...engga...tauuuu...mauuu..n ulizzz...appaaaaaa.......!?!???
b) K4Mo3
c) saYa SedAnG TiDAk AdA di RuMah
D. Komponen Penting Perkembangan Bahasa Remaja
Orang tua dan guru merupakan komponen penting dalam perkembangan bahasa anak,karena peranannya sebagai model bahasa dan pengoreksi atas kesalahan anak. Jadi apabila orang tua dan guru dapat berperan aktif , maka anak akan mengalami perkembangan bahasa yang positif.
Perkembangan bahasa yeng menggunakan model pengekspresian secara mandiri, baik lisan maupun tertulis dengan mendasarkan pada bahan bacaan akan lebih mengembangkan kemampuan bahasa anak dan membentuk pola bahasa masing-masing. Dalam penggunaan model ini guru harus banyak memberikan rangsangan dan koreksi dalam bentuk diskusi atau komunikasi bebas.Selain itu, sarana perkembangan bahasa seperti buku-buku, surat kabar, majalah, dan lain-lain hendaknya disediakan di sekolah maupun di rumah.
Banyak cara untuk membuat remaja menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, antara lain
1. Membiasakan remaja untuk membaca buku-buku penulis Indonesia.
2. Berbicara dengan bahasa yang baik kepada anak remaja.
3. Memperkenalkannya dengan karya sastra sastrawan Indonesia.
4. Mengajaknya sering-sering berlatih menulis dengan bahasa Indonesia yang baik.
5. Tidak mengucapkan bahasa yang kasar kepada anak remaja ketika usianya masih kecil.
Oleh sebab itu, sebagai keluarga dan guru, semestinya mengawasi penggunaan bahasa pada anak. Karena bisa jadi mereka tidak mengetahui yang manakah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Jangan sampai mereka terbawa pengaruh yang buruk, yang membuat mereka menggunakan bahasa Indonesia yang buruk pula.
Rujukan
Sumarsono. 2009. Sosiolinguistik. Yogyakarta : Sabda dan Pustaka Pelajar
http://www.phinisinews.com/read/2011/10/6/6176-bahasa_indonesia_di_kalangan_remaja_mulai_mencemaskan